BAB
I
1.1 Latar belakang
Hipertensi
adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Tetapi pada populasi lansia hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolnya 90 mmHg.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer (esensial) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,
terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi, dan hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi. (Brunner
& Suddarth, Medical Surgical Nursing tahun 2002).
Penderita
hipertensi tentu saja memerlukan penanganan khusus seperti menjaga pola makan
atau gaya hidup dan mendapat terapi obat. Dalam kenyataannya, sering dijumpai
penderita dengan perilaku kepatuhan meminum obat yang buruk. Hal-hal tersebut
dapat disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah dukungan keluarga.
Keluarga menjadi komponen yang sangat penting dalam perilaku kepatuhan meminum
obat. Hal yang sering menghambat kepatuhan pasien hipertensi dalam minum obat,
yakni tidak merasakan gejala atau keluhan, dosis tidak praktis (beberapa kali
minum obat dalam sehari), efek samping obat (misalnya batuk yang sangat
mengganggu), harga obat terlalu mahal, dan obat sulit diperoleh (tidak tersedia
di semua apotek). Peran keluarga disini sangat penting, bila individu merasa
mendapat dukungan yang kuat, maka ia akan mencoba sekuat tenaga untuk patuh
minum obat. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu serta dapat juga menentukan
tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
Berdasarkan
data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang medapat
pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Padahal hipertensi merupakan penyebab
utama penyakit jantung, saraf, kerusakan hati dan ginjal sehingga membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Di negara maju seperti Amerika, penderita yang
diobati sebanyak 59% dan yang terkontrol 34%. Di Indonesia, berdasarkan
penelitian Prof. Dr. dr. H. Mochammad Sya’bani, M.Med.Sc, SpPD-KGH(2008),
penderita hipertensi yang periksa ke Puskesmas dilaporkan teratur sebanyak
22,8%, sedangkan tidak teratur sebanyak 77,2%. Dari data NHANES pada orang
dewasa hipertensi di Amerika tahun 1999-2000 mengungkapkan, 70% sadar bahwa
mereka menderita hipertensi. Kesadaran tersebut membawa 59% dari mereka untuk
melakukan terapi. Tetapi hanya 34% dari mereka yang melakukan terapi memiliki
tekanan darah yang terkontrol.
Patuh minum obat kendali utama hipertensi. Pada
penderita hipertensi, kepatuhan minum obat adalah kendali utama agar terhindar
dari risiko mematikan. Namun, banyak yang merasa tak perlu minum obat ketika
sudah merasa "normal", padahal itu salah.
Tingkat
kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan hipertensi akan meningkatkan
efektivitas pengobatan serta mencegah episode yang lebih buruk dari penyakit
ini. Kepatuhan minum obat dalam jangka panjang bahkan akan menurunkan morbiditas
dan mortalitas penderitanya. Kepatuhan minum obat antihipertensi merupakan
faktor krusial untuk mencegah kerusakan organ penting tubuh, seperti ginjal, otak,
dan jantung. Perlindungan terhadap organ-organ penting ini dapat menurunkan
risiko terjadinya gagal ginjal, stroke, dan miokard infark, yang pada akhirnya
dapat mencegah terjadinya kematian. Kepatuhan minum obat pada pengobatan
hipertensi sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara
teratur dapat mengontrol tekanan darah penderita hipertensi.
Di
Puskesmas, terutama di Poli Penyakit Dalam sebagian besar pasien yang datang terindikasi
tekanan darah tinggi. Banyaknya angka hipertensi menjadi satu catatan tentang tingginya
konsumsi garam oleh masyarakat di sekitar wilayah masyarakat. Namun setelah
melakukan pemeriksaan ke Puskesmas, tidak sedikit pasien yang tidak kembali.
Kemungkinan-kemungkinan bahwa tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi
juga rendah. Hal ini yang menjadi tolak ukur dan inspirasi ataupun juga alasan
masalah ini diangkat. Perlu dilakukan konseling lebih lanjut kepada pasien dan
juga keluarga agar tercapainya kepatuhan pasien untuk minum obat. Dukungan
keluarga amat penting dalam pelaksanaan terapi obat kepada pasien. Sehingga
konseling lebih ditujukan kepada keluarga sehingga tujuan dapat terwujud sesuai
keinginan.
No comments:
Post a Comment